Seorang pria sedang menggunakan ponsel (Image by Freepik) |
Bagi kebanyakan negara di dunia, mengunggah foto wajah di sosial media mungkin merupakan hal yang biasa. Namun, hal ini berbeda dengan orang Jepang. Ada orang Jepang tidak menggunakan foto wajah di sosial media dan ada pula yang mengunggah foto dengan menyembunyikan wajah.
Orang Jepang yang mengungkapkan wajah mereka di sosial media biasanya merupakan orang yang terkenal, seperti aktor, pengisi suara, penyanyi, dan sebagainya. Mengapa orang Jepang tidak mengungkapkan wajah mereka di sosial media?
Orang Jepang Tidak Menggunakan Foto Wajah di Sosial Media
Di era digital yang serba terhubung ini, media sosial telah menjadi jendela dunia bagi banyak orang. Kita bisa melihat aktivitas, pemikiran, dan bahkan wajah orang-orang dari berbagai belahan dunia. Namun, ada sebuah fenomena menarik yang seringkali diamati, khususnya di Jepang: kecenderungan untuk tidak menampilkan wajah secara jelas di media sosial. Ini bukan berarti orang Jepang tidak aktif di media sosial, justru sebaliknya, mereka sangat aktif! Hanya saja, cara mereka berinteraksi dan mempresentasikan diri sedikit berbeda. Lalu, apa saja alasan di balik kebiasaan ini? Mari kita telusuri lebih dalam.
Pengguna media sosial di Jepang cenderung tidak menggunakan foto wajah. Orang Jepang merasa enggan untuk mengungkapkan informasi pribadi mereka di Internet karena mereka merasa tidak ada kebutuhan untuk membentuk hubungan antarpribadi baru. Orang Jepang sulit untuk mempercayai orang asing. Mereka sangat berhati-hati jika informasi pribadi mereka diteruskan kepada orang lain.
[feedposts text="Read Also"/]
Sementara itu, Oricon melakukan survei terhadap sikap masyarakat terhadap publikasi nama asli dan foto wajah mereka di Facebook. Dari 967 responden, hanya 41,0% yang menjawab bahwa mereka mempublikasikan foto wajah mereka. Alasannya mungkin karena orang Jepang memiliki rasa malu untuk memperlihatkan wajah mereka kepada orang yang tidak ditentukan jumlahnya.
Orang Jepang Menyembunyikan Wajah di Sosial Media
Ilustrasi pria menggunakan sosial media |
Belakangan ini semakin banyak anak muda di Jepang yang memposting foto wajah tersembunyi di media sosial. Mereka cenderung menganggap foto yang tidak memperlihatkan wajah sebagai sesuatu yang modis, karena dapat menyampaikan keseluruhan suasana foto tersebut.
[feedposts text="Read Also"/]
Orang Jepang memposting foto dengan wajah tersembunyi karena mereka ingin orang lain melihat pemandangan dan suasana foto secara keseluruhan. Tidak hanya wajah tetapi juga pakaian maupun pemandangan. Mereka menunjukkan sesuatu selain wajah mereka dalam foto yang diposting di sosial media diduga karena mereka ingin menunjukkan sesuatu yang berguna bagi orang lain.
Orang Jepang memiliki kepribadian yang rendah hati dan pemalu sehingga terdapat risiko orang-orang sekitar akan melihatnya sebagai orang yang suka pamer atau percaya diri jika mengunggah foto wajah secara langsung. Selain itu, jika wajahnya disembunyikan, maka kemungkinan tidak akan ada yang akan menilai penampilannya sama sekali.
[feedposts text="Read Also"/]
Budaya Kolektivisme yang Kuat
Jepang terkenal dengan budaya kolektivismenya yang kuat. Prioritas utama bukan pada individu, melainkan pada kelompok dan harmoni sosial. Menampilkan wajah secara terbuka di media sosial dapat dianggap sebagai tindakan individualistis yang menonjolkan diri sendiri, dan ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang Jepang. Mereka lebih cenderung memprioritaskan keharmonisan kelompok daripada mengekspresikan diri secara individualistis di ruang publik digital. Ketidaknyamanan ini bisa stemming dari potensi penilaian negatif dari orang lain dalam kelompok sosial mereka, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Kekhawatiran akan Privasi dan Keamanan
Di Jepang, privasi sangat dihargai. Menampilkan wajah di internet berarti meningkatkan risiko potensi pelanggaran privasi. Bayangkan saja, informasi pribadi dapat dengan mudah diakses dan disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Ini termasuk risiko pelecehan online, pencurian identitas, hingga stalking. Kekhawatiran ini semakin diperkuat oleh kasus-kasus pelanggaran privasi yang telah terjadi di masa lalu, baik di Jepang maupun di negara lain. Oleh karena itu, banyak orang Jepang memilih untuk lebih berhati-hati dan melindungi identitas mereka di dunia maya.
[feedposts text="Read Also"/]
Norma Sosial dan Kesopanan (Reigi)
Reigi, atau kesopanan, merupakan pilar penting dalam budaya Jepang. Menampilkan wajah secara terbuka di media sosial, khususnya jika disertai dengan aktivitas atau pendapat yang dianggap kontroversial, bisa dianggap sebagai tindakan tidak sopan dan kurang ajar. Ini bisa menimbulkan rasa malu, baik bagi individu tersebut maupun keluarganya. Konsep "saving face" (menjaga muka) sangat penting dalam budaya Jepang, dan menampilkan diri secara terbuka di media sosial bisa berisiko merusak citra diri dan citra keluarga.
Keengganan untuk Menarik Perhatian (Kenshin)
Kenshin, atau kerendahan hati, merupakan nilai yang sangat dihargai dalam budaya Jepang. Menampilkan diri secara terbuka dan menonjol di media sosial bisa dianggap sebagai tindakan sombong dan menyombongkan diri, yang bertentangan dengan nilai-nilai kenshin. Orang Jepang cenderung lebih suka menjaga profil rendah dan tidak menarik terlalu banyak perhatian pada diri mereka sendiri. Hal ini juga berlaku di dunia online.
[feedposts text="Read Also"/]
Penggunaan Avatar dan Ilustrasi sebagai Bentuk Ekspresi Diri
Ketidakmauan untuk menampilkan wajah di media sosial tidak berarti orang Jepang tidak mengekspresikan diri. Sebaliknya, mereka sering menggunakan avatar, ilustrasi, atau bahkan karakter anime sebagai representasi diri mereka di dunia online. Ini menjadi cara kreatif dan unik untuk menunjukkan kepribadian dan minat mereka tanpa harus mengungkap identitas fisik mereka. Ini juga memberikan kebebasan dalam berekspresi tanpa tekanan untuk memenuhi standar kecantikan atau citra tertentu.
Perbedaan Generasi
Meskipun tren ini banyak dijumpai, perbedaan generasi juga berperan. Generasi muda mungkin sedikit lebih terbuka dalam menampilkan wajah mereka di media sosial dibandingkan generasi yang lebih tua. Namun, kecenderungan untuk menjaga privasi dan menghindari perhatian tetap menjadi faktor penting, meskipun dengan cara yang mungkin sedikit berbeda. Misalnya, mereka mungkin lebih selektif dalam memilih foto yang diunggah atau hanya berinteraksi di platform yang lebih privat.
[feedposts text="Read Also"/]
Pengaruh Budaya Populer
Budaya populer Jepang, seperti anime dan manga, seringkali menampilkan karakter dengan desain yang unik dan menarik. Ini bisa menginspirasi orang Jepang untuk menggunakan avatar atau ilustrasi yang mirip dengan karakter tersebut sebagai representasi diri di media sosial. Selain itu, karakter-karakter tersebut seringkali menampilkan kepribadian yang kompleks dan menarik, sehingga memberikan alternatif yang lebih ekspresif daripada hanya menampilkan foto diri.
Pertimbangan Profesional
Dalam konteks profesional, menampilkan wajah di media sosial bisa menimbulkan pertimbangan khusus. Beberapa orang Jepang mungkin khawatir tentang bagaimana citra online mereka akan memengaruhi karier mereka. Mereka mungkin memilih untuk menjaga profil online mereka tetap profesional dan menghindari postingan yang bisa diinterpretasikan secara negatif oleh atasan atau rekan kerja.
[feedposts text="Read Also"/]
Ketakutan akan Cyberbullying
Ancaman cyberbullying merupakan hal yang nyata dan serius, dan ini juga berkontribusi pada keengganan orang Jepang untuk menampilkan wajah mereka secara terbuka di media sosial. Ketakutan akan menjadi sasaran pelecehan online atau komentar jahat dapat membuat beberapa orang lebih memilih untuk tetap anonim.
Platform Media Sosial yang Dipakai
Pilihan platform media sosial juga dapat mempengaruhi cara orang Jepang mempresentasikan diri. Beberapa platform mungkin dianggap lebih privat atau lebih cocok untuk interaksi yang anonim dibandingkan platform lainnya. Ini bisa mempengaruhi bagaimana mereka memilih untuk menampilkan atau menyembunyikan identitas mereka di dunia maya.
[feedposts text="Read Also"/]
Kesimpulan
Kesimpulannya, kebiasaan orang Jepang untuk tidak menampilkan wajah di media sosial bukanlah sebuah fenomena sederhana, melainkan cerminan dari nilai-nilai budaya, norma sosial, dan kekhawatiran yang kompleks. Ini menunjukkan bagaimana budaya dapat membentuk cara kita berinteraksi dan berekspresi di dunia digital. Meskipun mungkin tampak berbeda dari kebiasaan di beberapa negara lain, kebiasaan ini memiliki akar yang kuat dan mendalam dalam budaya Jepang yang kaya dan unik. Memahami alasan di baliknya memungkinkan kita untuk menghargai keragaman budaya dan cara orang-orang di seluruh dunia beradaptasi dengan teknologi dan media sosial.
Tidak ada komentar